Kode Etik Advokat






 
KODE    ETIK   ADVOKAT


KODE ETIK ADVOKAT
(E T I K A    P R O F E S I   ADVOKAT)



Pengertian Etika Profesi :

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap dll.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga)  Arti yang dapat dipakai untuk kata Etika :

1.     Etika sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak.
(Didasarkan kepada Sistim Nilai)

2.     Etika sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral.
(Yang dimaksud adalah Kode Etik yang biasanya dimiliki oleh suatu kelompok profesi yang memiliki caita-cita dan nilai bersama).

3.     Etika sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis.
(Didasarkan kepada Filsafat Moral) ;





 Kode Etik dan Profesi :


1.     Yang dimaksud dengan profesi adalah pekerjaan tetap sebagai pelaksanaan fungsi kemasyarakatan berupa karya pelayanan yang pelaksanaannya dijalankan secara mandiri  dengan komitmen dan keahlian berkeilmuan dalam bidang tertentu yang pengembangannya dihayati sebagai panggilan hidup dan terikat pada etika umum dan etika khusus (etika profesi) yang bersumber kepada semangat pengabdian terhadap martabat manusia.

2.     Tiap profesi termasuk profesi Advokat menggunakan sistim etika terutama untuk menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja, dan menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan para profesional untuk menyelesaikan dilemma etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi pengembangan profesinya sehari-hari.

3.     Kode Etik Profesi adalah seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengembang suatu profesi.

4.     Dalam pembentukan Kode Etik, pada dasarnya terkandung  “maksud” , mengenai hal-hal :

(1)  Menjaga dan meningkatkan kwalitas moral pengemban profesi ;
(2)  Menjaga dan meningkatkan kwalitas kerampilan teknis pengemban ;
(3)  Melindungi kesejahteraan materil para pengemban profesi.








Fungsi, Makna dan Peran  Kode Etik :


-         Maksud dan tujuan Kode Etik ialah untuk mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksana profesi serta untuk menjaga kehormatan dan nama baik  profesi serta melindungi publik yang memerlukan jasa-jasa profesinya.
-         Bertens menyatakan bahwa Kode Etik ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu didalam masyarakat atau anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para anggotanya.
-         Senada dengan Bertens, Sidharta berpendapat bahwa Kode Etik Profesi adalah seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
-         Subekti menilai bahwa fungsi dan tujuan Kode Etik adalah untuk menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para anggotanya.


(1) Fungsi Kode Etik, adalah sebagai kontrol untuk membatasi kebebasan profesional untuk melindungi kepentingan hukum dan tentu kepentingan masyarakat yang dilayani pengemban profesi.


(2) Makna Kode Etik, dapat digariskan :

1.     Kode Etik untuk menjaga dan meningkatkan tanggung jawab moral ;
2.     Kebebasan dibatasi kriteria-kriteria yang diatur dalam Kode Etik ;





(3) Peran Kode Etik, dapat digariskan :

1.     Kode Etik ditujukan untuk melindungi anggota-anggotanya dalam menghadapi tindakan-tindakan yang tidak jujur dan untuk mengembangkan profesi yang sesuai dengan cita-cita masyarakat ;
2.     Kode Etik mengatur hubungan antar anggota ;
3.     Kode Etik sebagai pelindung dari campur tangan pihak luar atau perlakuan yang tidak adil ;
4.     Kode Etik meningkatkan pengembangan kwalitas profesi dalam praktek ;
5.     Kode Etik mengatur hubungan antara profesi dengan pelayanan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat    umum ;


Bagaimana Maksud, Fungsi, Makna dan Peran tersebut akan dituangkan dalam suatu Kode Etik Profesi akan dapat dilihat dalam Kode Etik Profesi itu sendiri yang pada dasarnya mengatur tentang Kepribadian dan Cita-cita yang luhur sebagai Profesi yang bebas dan mandiri, yang bermartabat dan terhormat (officium nobile).













Ketentuan-Ketentuan Yang Mengatur Kode Etik Advokat :

1.     Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang Adokat (UU Advokat).

2.     Kode Etik Advokat Indonesia
-       Pasal 27 ayat (5)UU Advokat  mengatur : Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik.
-       Pasal 33 UU Advokat mengatur : Kode Etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.
-       Pasal 26 ayat (2)UU Advokat  mengatur : Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

3.     Keputusan Dewan Kehormatan
-       Pasal 27 ayat (5) UU Advokat mengatur : Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
-       Pasal 27 ayat (7) mengatur : Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
-       Pasal 20 KEAI mengatur : Dewan Kehormatan berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang Dewan Kehormatan dalam Kode Etik ini dan akan menentukan hal-hal yang belum diatur di dalamnya dengan kewajiban melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi, agar diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota.

4.     Keputusan Organisasi Advokat (PERADI)
Pasal 12 ayat (3) UU Advokat mengatur : “Ketentuan mengenai tata cata pengawasan diatur lebih lanjut dengan keputusan organisasi”.

HUBUNGAN  ANTARA  ORGANISASI  DENGAN  KODE ETIK  DAN  PROFESI ADVOKAT :

Advokat dinyatakan sebagai  profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan (Pembukaan Kode Etik, Pembukaan alinea ke-dua).

1.     Menurut Pasal 28 ayat (1) UU Advokat “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud untuk meningkatkan kwalitas Advokat”,  dimana Organisasi harus terus menerus membakukan bentuk-bentuk pelayanan profesi agar tetap memiliki mutu yang tinggi dan dapat dipertanggung jawabkan.

2.     Organisasi berperan dan berfungsi sebagai instrumen komunikasi profesi, karena profesi harus dijalankan secara bebas dan mandiri maka untuk mencegah adanya penyalah gunaan dan untuk melindungi masyarakat yang dilayaninya (klien) maka perlu pengawasan dari organisasi.

3.     Berdasarkan  Kode Etik, Pembukaan alinea ke-satu, “bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya”.

4.     Pasal 26 ayat (1) UU Advokat  jo. pasal 29 ayat (1) mengatur, “Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun Kode Etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat, serta menetapkan dan menjalankan Kode Etik Profesi Advokat bagi para anggotanya”, selanjutnya pada ayat (2) mengatur “Advokat wajib tunduk dan mematuhi
Kode Etik Profesi Advokat dan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Profesi”, yang pasal 9 butir a. Kode Etik juga mengatur bahwa “Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini”, dan dalam pasal 3 butir h. Kode Etik diwajibkan Advokat senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (Officium Nobile).

5.     Pasal 30 ayat (2) UU Advokat mewajibkan “setiap anggota yang diangkat berdasarkan Undang-Undang ini wajib menjadi anggota Organisasi Advokat”.

6.     Setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjungjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi mana ia berasal dan menjadi anggotanya, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesinya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku (Kode Etik, Pembukaan alinea ke-4).

7.     Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesinya yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada Klien, Pengadilan, Negara atau Masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri (Kode Etik, Pembukaan alinea ke-5).

8.     Kepribadian Advokat, yang diatur dalam pasal 2 Kode Etik,  “Advokat adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjungjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta Sumpah Jabatannya”.

9.     Pengawasan terhadap Advokat  dan terhadap pelaksanaan Kode Etik dilakukankan oleh Organisasi Advokat (Pasal 12 ayat (1) jo. Pasal pasal 26 ayat (4), dimana pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk Organisasi Advokat (pasal 13 ayat (1), yang oleh   Pasal  9 Kode Etik butir b. mengatur bahwa “Pengawasan atas Pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan”.

10.   Bahwa Profesi Advokat adalah selaku Penegak Hukum yang sejajar dengan instansi Penegak Hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara penegak hukum lainnya. (Kode Etik, Pembukaan alinea ke-3).


11.                        Dewan Kehormatan Organisasi yang dibentuk Organisasi Advokat (Pasal 27 ayat (1), memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat  berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (Pasal 26 ayat (5),  atau oleh tata cara yang akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (ayat 7).



KEPATUHAN DAN KETAATAN ADVOKAT TERHADAP KODE ETIK :


Sebagaimana diuraikan bahwa Advokat harus tunduk dan patuh terhadap organisasi, maka Advokat juga  harus mematuhi Kode Etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan :

1.     Pasal 26 ayat (2) UU Advokat mengatur : Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan kehormatan.
2.     Pasal 9 UU butir  a. UU Advokat mengatur : Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.



KEPRIBADIAN  ADVOKAT.

Pasal 2  Kode Etik Advokat mengatur :
“Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.



PEMBUKAAN KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA.


Dalam Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia ditetapkan sebagai berikut :

I.             “Bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya”.

II.          “Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan”.

III.       “Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara penegak hukum lainnya”.

IV.      Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesinya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.

V.         “Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesinya yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada Klien, Negara atau Masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.



SUMPAH  PROFESI (SUMPAH  JABATAN)


Sumpah Profesi (Sumpah Jabatan) yang harus dijunjung tinggi (dan Kode Etik) oleh pasal  4 ayat (2) Undang-Undang Advokat  mengatur lafal nya sebagai berikut :

“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :

-   Bahwa saya akan memegang teguh teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

-   Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga.

-   Bahwa saya dalam menjalankan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan.

-   Bahwa saya dalam menjalankan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani.

-   Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung ajwab saya sebagai Advokat.

-   Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum  di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.”



KODE ETIK ADVOKAT  (KODE ETIK PROFESI ADVOKAT) :

Menurut Otto Hasibuan, SH, MM dan Leonard.P.Simorangkir, SH,   penyusun dan penyunting Kode Etik yang menjadi Kode Etik Profesi Advokat sekarang ini, Kode Etik Advokat disusun dengan mengadopsi Kode Etik Peradin melalui Kode Etik Advokat Indonesia yang menjadi Kode Etik Ikatan Advokat Indonesia, yang telah disahkan dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal  23 Mei 2002 oleh Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Assosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Indonesia Pasar Modal (HKHPM) yang dinyatakan berlaku bagi setiap orang yang menjalankan profesi Advokat di Indonesia tanpa terkecuali (pasal 22 Kode Etik), yang  menjadi  hukum positip berdasarkan  pasal 33 UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat, yang menyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis-mutandis menurut Undang-undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.


Kode Etik Advokat Indonesia, disusun dan terdiri dari :

1.     Pembukaan ;
Pembukaan Kode Etik Advokat  menjelaskan tentang : 
a.       Alinea ke-1 : Perlunya Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan kepada anggotanya.
b.       Alinea ke-2  : Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).
c.        Alinea ke-3  : Profesi Advokat adalah selaku Penegak Hukum.
d.       Alinea ke-4  : Mengatur tentang kewajiban utama Profesi Advokat.
e.        Alinea ke-5  : Kode Etik Advokat Indonesia sebagai hukum tertinggi.
sebagaimana diuraikan dibagian terdahulu (hal. 9.)


2.     Bab I : Tentang Ketentuan Umum ;
Pasal 1 KEAI mengatur tentang Pengertian dari istilah-istilah yang dipakai didalam UU Advokat, yaitu tentang pengertian dari : Advokat, Klien, Teman Sejawat, Teman Sejawat Asing, Dewan Kehormatan dan Honorarium.

3.     Bab II, Tentang Kepribadian Advokat (Pasal 2 dan 3) ;
Pasal 2 KEAI menegaskan Kepribadian dari seorang Advokat, sebagaimana dibicarakan terdahulu (pada hal 8), selanjutnya diperinci dalam  Pasal 3 KEAI,  mengatur tentang :
(1)   Hak untuk menolak memberi nasehat dan bantuan hukum (pasal 3, a) ;
(2)   Tugas Utama Advokat adalah untuk tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan (pasal 3, b) ;
(3)   Advokat bebas dan mandiri (pasal 3, c) ;
(4)   Memelihara solidaritas antar Teman Sejawat (Pasal 3, d)  ;
(5)   Kewajiban memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat (pasal 3, e) dan ;
(6)         Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat advokat ;
(7)         Advokat harus menjungjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) ;
(8)         Advokat harus bersikap sopan, tetapi wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat ;
(9)         Tidak boleh jabatan rangkap dengan jabatan Negara.

4.     Bab III : Tentang Hubungan Advokat dengan Klien (pasal 4) ;
Pasal 4 KEAI, mengatur tata cara, kewajiban dan hak Advokat dalam berhubungan dengan klien  (Pasal 4,        butir a s/d k).

a.      Dalam perkara perdata mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai ;
b.      Tidak boleh memberikan keterangan yang menyesatkan ;
c.       Tidak boleh menjamin perkaranya menang ;
d.      Besarnya honorarium dikaitkan dengan kemampuan klien ;
e.       Tidak membebankan biaya-biaya yang tidak perlu ;
f.        Tidak membedakan cara penanganan perkara yang Cuma-Cuma dengan yang menerima uang jasa ;
g.      Harus menolak perkara yang tidak ada dasar hukumnya.
h.      Wajib memegang rahasia jabatan ;
i.        Tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepada saat tidak menguntungkan posisi klien atau melakukan hal-hal yang dapat merugikan kepentingan klien ;
j.        Dalam mengurus kepentingan dari dua pihak atau lebih, harus mengundurkan diri apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan ;
k.      Hak retensi advokat.

5.     Bab IV : Tentang Hubungan dengan Teman Sejawat (Pasal 5) ;
Mengatur tentang bagaimana berhubungan, berhadapan, kalau ada keberatan, dalam kaitan klien dan penggantian atau peralihan kuasa :
a.      Hubungan  antara teman sejawat Advokat harus saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai ;
b.      Jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya  tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik lisan maupun tertulis ;
c.       Keberatan terhadap teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui mass media atau cara lain.
d.      Advokat tidak dibenarkan menarik atau merebut klien dari teman sejawat ;
e.       Mengatur tata cara menerima perkara yang sudah atau tadinya ditangani oleh teman sejawat ;
f.        Advokat wajib menyerahkan semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara kepada klien apabila ada penggantian advokat.

6.     Bab V : Tentang  Teman Sejawat Asing (pasal 6) ;
Mengatur tentang kewajiban seorang Advokat Asing untuk tunduk serta wajib mentaati Kode Etik.

7.     Bab VI : Tentang Cara Bertindak Menangani Perkara (pasal 7) ;
Mengatur tentang hal-hal apa yang dilarang, cara berkomunikasi dengan Teman Sejawat dalam suatu perkara, bagaimana cara berkomunikasi dengan hakim, larangan mempengaruhi saksi, kebebasan mengeluarkan pendapat, kewajiban bantuan hukum Cuma-Cuma, termasuk kewajiban kepada klien :
a.      Tatacara mempergunakan surat-surat yang dikirim oleh advokat kepada temannya kecuali surat-surat yang dibubuhi catatan “sans prejudice”.
b.      Isi Pembicaraan dan koresponden dalam rangka perdamaian tidak diperkenankan dipergunakan sebagai bukti dimuka Pengadilan ;
c.       Dalam perkara perdata yang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan ;
d.      Dalam perkara pidana yang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum ;
e.       Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana ;
f.        Menghubungi seseorang yang diketahui sudah menunjuk advokat dalam perkara tersebut hanya bisa dilakukan melalui advokat tersebut ;
g.      Memiliki kebebasan mengeluarkan pendapat dan  memiliki hak immunitas dalam perkara perdata atau pidana.
h.      Advokat wajib memberikan bantuan prodeo bagi orang yang tidak mampu ;
i.        Advokat wajib menyerahkan pemberitahuan tentang putusan pengadilan atas perkara yang ditanganinya kepada kliennya pada waktunya.

8.     Bab VII : Tentang Ketentuan-Ketentuan Lain Tentang Kode Etik (Pasal 8) ;
a.      Profesi Advokat sebagai profesi yang mulia dan terhormat (offcium nobile) dan karenanya sebagai penegak hukum di Pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim (huruf a), yang dalam menjalankan profesinya berada  di bawah perlindungan hukum, Undang-Undang dan Kode Etik ini ;


b.      Dilarang pemasangan iklan untuk menarik perhatian dan pemasangan papan nama dengan ukuran dan atau bentuk yang berlebihan (huruf b) ;
c.       Kantor Advokat atau Cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan kedudukan dan martabat advokat (huruf c) ;
d.      Advokat tidak dibenarkan untuk mengijinkan orang yang bukan advokat mencantumkan namanya sebagai advokat di papan nama kantor advokat atau mengijinkan orang yang bukan advokat memperkenalkan dirinya sebagai advokat (huruf d) ;
e.       Advokat tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawan yang tidak berkualifikasi untuk mengurus perkara atau memberi  nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau tulisan (hutuf e) ;
f.        Advokat tidak dibenarkan melalui mass media mencari publitas bagi dirinya (huruf f)  dan atau menarik perhatian masyarakat mengenai tindakannya sebagai advokat mengenai perkara yang sedanga atau telah ditanganinya ;
g.      Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau ditanganinya apabila ada perbedaan pendapat  dan tidak dicapainya kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan kliennya (huruf g) ;
h.      Advokat yang sebelumnya pernah Hakim atau Panitera dari suatu lembaga peradilan, tidak dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama      3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti dari pengadilan tersebut (huruf h) ;

9.     Bab VIII : Tentang Pelaksanaan Kode Etik  (Pasal 9);
(1)       Pasal 9 butir a. KEAI mengatur Kewajiban Advokat untuk tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat.
(2)       Pengawasan atas pelaksanakan Kode Etik Advokat dilakukan oleh Dewan Kehormatan [oleh UU Advokat pasal 12 dan 13 yo. Pasal 26 ayat (4) : Pengawasan terhadap advokat dilakukan oleh Organisasi dengan pengawasan sehari-hari yng dilakukan oleh Komisi Pengawas].
(3)       Pasal    26 ayat (5) UU Advokat  dan Pasal 10 ayat (1) KEAI mengatur tentang kewenangan Dewan Kehormatan untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat) .

10.   Bab IX  Dewan Kehormatan ; 


DEWAN  KEHORMATAN

(1)  Ketaatan dan Kepatuhan Advokat :

a.       Pasal 26 ayat (1) UU Advokat  jo. pasal 29 ayat (1) mengatur, “Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun Kode Etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat, serta menetapkan dan menjalankan Kode Etik Profesi Advokat bagi para anggotanya”, selanjutnya pada :
b.       Pasal 26 ayat (2) UU Advokat  mengatur “Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Profesi”, ;
c.        Pasal 9 butir a. KEAI : mengatur bahwa “Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini”, ;
d.       Pasal 3 butir h. KEAI : diwajibkan Advokat senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (Officium Nobile).

(2)  Pengawasan Atas Pelanggaraan Kode Etik Advokat.

a.       Setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjungjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pengawasan dan pelaksanaannya diawasi  serta pelanggarannya diperiksa dan diadili oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi mana ia berasal dan menjadi anggotanya, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesinya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku (Kode Etik, Pembukaan alinea ke-4 jo. Pasal 9, huruf a dan b KEAI);

b.       Pengawasan atas pelanggaran dari pelaksanaan Kode Etik Advokat oleh Advokat dilakukankan oleh Organisasi Advokat (Pasal 12 ayat (1) jo. Pasal  26 ayat (4), dimana pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk Organisasi Advokat (pasal 13 ayat (1), yang oleh   Pasal  9 Kode

Etik butir b. mengatur bahwa “Pengawasan atas Pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan” (pada saat KEAI disyahkan belum dikenal adanya Komisi Pengawas).

(3)  Dewan Kehormatan Organisasi  (Pasal 27 ayat (1) UU Advokat).
Yang memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat  adalah Dewan Kehormatan yang dibentuk oleh Organisasi Advokat,  berdasarkan Tata Cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (Pasal 26 ayat (5),  atau oleh Tata Cara yang akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (ayat 7).

(4)  Pengaduan  dan Pelanggaran :
Pasal 11 ayat (3) KEAI : Pengaduan hanya yang mengenai pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat.

(5)  Pengadu :
Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan, yaitu :
a.     Klien
b.     Teman Sejawat Advokat
c.      Pejabat Pemerintah
d.     Anggota Masyarakat
e.      Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dari Organisasi profesi dimana Tewradu menjadi anggota.

Selain dengan alasan pada ayat (1) Organisasi Advokat dapat sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan dengan itu (pasal 11 ayat 3).






TATA CARA PENGADUAN PELANGGARAN KODE ETIK


Ketentuan-Ketentuan tentang bagaimana Dewan Kehormatan  menjalankan Fungsi dan Wewenangnya,      adalah sebagai berikut :

(1)        Bagian Pertama : Ketentuan Umum :
Pasal 10 s/d 12 KEAI mengatur tentang kewenangan memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik.  
 Pasal 10  (1) :  Dewan Kehormatan  berwenang memeriksa   dan   mengadili  perkara  pelanggaran  Kode Etik yang dilakukan oleh advokat ;
(2)   :  Pemeriksaan pengaduan dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pemeriksaan, yaitu  :
a.     Dewan Kehormatan Cabang : memeriksa pengaduan pada tingkat pertama ;
b.    Dewan Kehormatan Pusat : memeriksa pengaduan pada tingkat kedua ;
(3)        Pembiayaan : Dewan Pimpinan Cabang/Dewan Pimpinan Pusat/Nasional Organisasi Advokat dan kepada Pengadu/Teradu.
                 
(2) Bagian Kedua : Pengaduan ;
Pasal 11 KEAI : mengatur tentang pengaduan dan siapa yang dapat mengajukan pengaduan:
a.                                                Klien
b.                                                Teman sejawat advokat
c.                                                 Pejabat Pemerintah
d.                                                Anggota Masyarakat
e.                                                 Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dimana teradu menjadi anggota.


(3) Bagian Ketiga : Tata Cara Pengaduan (pasal 12) ;
Mengatur tentang tata cara mengajukan pengaduan.
Pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang atau kepada Dewan Pimpinan
Pasal 12 KEAI mengatur :
1)       Pengaduan disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah  atau Dewan Pimpinan Pusat dimana Teradu menjadi anggota.
2)       Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/daerah Organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang /Daerah terdekat atau kepada Dewan Pimpinan Pusat.

(4)        Bagian Keempat : Pemeriksaan Tingkat Pertama (Dewan Kehormatan Daerah).

Pasal 13  KEAI mengatur beberapa ketentuan dalam melaksanakan proses sidang, termasuk menyangkut tat cara meneruskan pengaduan kepada teradu :

1.     Dewan Kehormatan Cabang  setelah menerima pengaduan tertulis, selambat-lambatnya dalam watu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat menyampaikan surat pemberitahuan kepada adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2.     Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus memberikan jawaban secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang ybs. disertai bukti-butki yang dianggap perlu.
3.     Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari teradu belum memberikan jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak memberikan jawaban tertulis, maka dianggap telah melepaskan haknya.
4.     Dalam hal demikian putusan dapat dijatuhkan tanpa kehadiran pihak-pihak ybs.
5.     Dalam hal jawaban yang diajukan sudah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (empat belas) hari menetapkan hari sidang, dan menyampaikan panggilan secar patut kepada pengadu dan teradu untuk hadir dalam sidang yang sudah ditetapkan.

6.     Panggilan sudah harus diterima yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7.     Pengadu dan Teradu harus hadir secara pribadi  dengan  tidak dapat menguasakan kepada orang lain (pasal 13 ayat 7 KEAI), kecuali terdapat alasan yang bersifat tetap (pasal 13 Surat Keputusan Dewan Kehormatan No.2). Pengadu dan Teradu tidak dapat menguasakan kepada orang hanya dapat didampingi oleh penasihat.
8.     Pada sidang pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak :
(1)       Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata acara pemeriksaan yang berlaku.
(2)     Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata.
(3)     Kedua belah pihak diminta untuk mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau pembelaannya secara bergiliran, sedang surat-surat akan diperiksa dan saksi-saksi akan didengar.
9.     Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir :
a.     Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 hari dengan memanggil pihak yang tidak hadir secara patut.
b.      Apabila Pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang sah. Pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar yang sama, kecuali Dewan Kehormatan berpendapat bahwa materi pengaduan berkaitan dengan dengan kepentingan umum atau kepentingan organisasi.
c.       Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu.
d.      Dewan Kehormatan berwenang untuk memberikan putusan diluar hadirnya teradu, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.

(5)        Bagian Kelima : Sidang Dewan Kehormatan Daerah.

Pasal 14 KEAI mengatur beberapa ketentuan pokok tentang bagaimana persidangan tingkat pertama dilaksanakan, antara lain :

1.            Dewan Kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan Majelis yang terdiri sekurang-kurangnya atas       3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
2.            Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan       Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
3.            Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan yang khusus dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.
4.            Setiap dilakukan persidangan diwajibkan untuk membuat Berita Acara Persidangan yang ditanda tangani Ketua Majelis yang menyidangkan perkara tersebut.
5.            Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedang keputusan diucapkan dalam sidang terbuka (pasal   14 ayat (5).

(6)        Bagian Keenam : Cara Mengambil Keputusan (pasal 15 KEAI).
1.            Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat  bukti dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan yang berupa :
a.     Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
b.   Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili dengan menyatakan teradu bersalah serta menjatuhkan sanksi-sanksi kepada teradu;
c.      Menolak pengaduan dari pengadu;
2.            Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
3.            Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa kehadiran para pihak ybs. yang sudah terlebih dulu dilakukan pemberitahuan .
4.            Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang dilampirkan dalam berkas perkara.

5.            Keputusan ditanda tangani oleh Ketua dan semua anggota majelis, yang apabila berhalangan untuk menanda tangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan yang bersangkutan.
6.            Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan kepada Teradu dan Pengadu (pasal 17 KEAI).

(7)        Bagian Ketujuh : Sanksi-Sanksi (pasal 16 KEAI).
Sanksi-sanki yang dapat dijatuhkan dirumuskan secara berbeda oleh UU Advokat dan KEAI. Yang walaupun dirumuskan secara berbeda tetapi pengertiannya dapat dianggap sama.

1.     Pasal 7 UU Advokat mengatur jenis-jenis tindakan
a.           Teguran Lisan ;
b.           Teguran Tertulis ;
c.            Pemberhentian Sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan ;
d.           Pemberhentian Tetap dari Profesinya.

2.     Pasal 16 KEAI mengatur hukuman yang dapat dijatuhkan adalah :
(a)        Peringatan Biasa
(b)       Peringatan Keras
(c)        Pemberhentian Sementara utk waktu tertentu
(d)       Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi

Dalam menjatuhkan sanksi dipertimbangkan :
(a)        Peringatan biasa, dalam hal pelanggaran tidak terlalu berat ;
(b)       Peringatan keras, bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulang kembali melanggar kode etik atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan ;



(c)        Pemberhentian Sementara untuk waktu tertentu, bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan Kode Etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulang melakukan pelanggaran Kode Etik.
(d)       Pemecatan dari keanggotaan profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta mertabat kehormatan profesi advokat  yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat.

3.     Pemberian sanksi Pemberhentian Sementara untuk waktu tertentu harus diikuti dengan larangan untuk menjalankan profesi advokat  diluar maupun dimuka pengadilan selama jangka waktu tersebut ; termasuk sanksi Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi diikuti dengan larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan untuk selamanya.

4.     Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.

(8)        HAK MEMBELA DIRI :
Berdasarkan Pasal 7 ayat (3) UU Advokat : “Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri”.

(9)        Bagian Kedelapan : Penyampaian Salinan Putusan (pasal 17 KEAI).
Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah putusan diucapkan, salinan keputusan disampaikan kepada :
a.     Teradu ;
b.     Pengadu ;
c.      Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dari semua anggota professi ;
d.     Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi;

e.      Dewan Kehormatan Pusat;
f.       Instansi-instansi yang dianggap perlu.

Dihubungkan dengan Organisasi Advokat, maka putusan disampaikan kepada :
a.        Teradu;
b.        Pengadu;
c.         Dewan Pimpinan Cabang Peradi;
d.        Dewan Pimpinan Nasional Peradi;
e.         Instansi yang dianggap perlu.

10.     Bagian Kesembilan : Pemeriksaan Tingkat Banding (Dewan Kehormatan Pusat)

Pasal 18 dan 19 mengatur bagaimana persidangan dilaksanakan, antara lain  :
1)      Apabila Pengadu atau Teradu tidak puas dengan Keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding kepada Dewan Kehormatan Pusat ;
2)      Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang sifatnya wajib, harus  disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
3)      Dewan Kehormatan cabang setelah menerima Memori Banding yang bersangkutan selaku pembanding, dalam jangka waktu 14 (empat) belas hari  mengirimkan salinan melalui surat kilat/tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding.
4)      Pihak Terbanding dapat mengajukan Kontra Memori dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
5)      Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori Banding ia dianggap  telah melepaskan haknya  yang apabila sudah lewat dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.



6)      Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut  diteruskan oleh Dewan Kehormatan Daerah kepada Dewan Kehormatan Pusat.
7)      Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Daerah.
8)      Dewan Kehormatan Pusat memeriksa dan memutus dengan susunan Majelis yang terdiri dari sekurang-kurangnya  (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus ganjil yang salah satunya merangkap Ketua Majelis.
9)      Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
10) Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Pusat yang husus diadakan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua,
11) Dewan Kehormatan Pusat memutus berdasarkan bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara, tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
12) Dewan Kehormatan Pusat secara prorogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung dari suatu perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan  dari kedua belah pihak agar perkaranya diperiksa langsung dari kedua belah pihak agar perkaranya diperiksa langsung  oleh Dewan Kehormatan Pusat (pasal 18 ayat 12 KEAI  yo. Pasal 9 Surat Keputusan Dewan Kehormatan No.2).
13) Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat.




11.     Bagian Kesepuluh : Keputusan Dewan Kehormatan (pasal 19 KEAI).

1.       Dewan Kehormatan Pusat dapat menguatkan, merubah atau membatalkan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.
2.       Keputusan Dewan Kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana telah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
3.       Keputusan Dewan Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk dalam MUNAS.
4.       Salinan Keputusan Dewan Kehormatan Pusat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari disampaikan kepada :
(a)        Teradu baik sebagai pembanding atau teradu;
(b)       Pengadu baik sebagai pembanding atau teradu;
(c)        Dewan Pimpinan Cabang yang bersangkutan
(d)       Dewan Kehormatan Cabang yang bersangkutan
(e)        Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi
(f)         Insyansi-instansi yang dianggap perlu.

5.       Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan Kehormatan Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi Profesi untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.

Pemberitahuan Tentang Putusan Penindakan :
1.     UU Advokat mengatur bahwa dalam hal  Advokat  dikenakan penindakan berupa pemberhentian sementara  atau pemberhentian tetap, Organisasi Advokat  menyampaikan putusan penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan lembaga hukum lainnya (Pasal 8 ayat (2) jo.  Pasal 9  UU Advokat. Hal yang hampir sama diatur oleh pasal 17  dan pasal 19  ayat (4) KEAI.

2.     Pengiriman salinan keputusan yang dimaksud oleh pasal 19 ayat (4) KEAI, diartikan :
a.     Teradu
b.     Pengadu
c.      Dewan Pimpinan Cabang Peradi yang bersangkutan
d.     Dewan Kehormatan Peradi yang bersangkutan
e.      Dewan Pimpinan Nasional Peradi.
f.       Instansi-instansi terkait.

3.    Apabila putusan termaksud bersifat penghukuman, maka Dewan Kehormatan Pusat sekaligus meminta kepada Dewan Pimpinan Nasional Peradi untuk melaksanakan putusan tersebut.

12.    Bagian Kesebelas : Ketentuan-Ketentuan  Lain Tentang Dewan Kehormatan :
1.     Pasal 26 ayat (7) UU Advokat mengatur : Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
2.     Pasal 20 UU KEAI mengatur : Dewan Kehormatan berwenang untuk meyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang Dewan Kehormatan dalam Kode Etik atau menentukan hal-hal yang belum diatur  didalamnya dengan kewajiban melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi.

Berdasarkan ketentuan ini Dewan Kehormatan Pusat telah menerbitkan Keputusan Dewan Kehormatan, yaitu:

I.         Surat Keputusan Dewan Kehormatan No.1 Tahun 2007 Tentang Susunan Dan Kedudukan Dewan Kehormatan.
II.      Surat Keputusan  Dewan Kehormatan No. 2 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Memeriksa Dan Mengadili Pelanggaran kode Etik Advokat Indonesia              
III.   Surat Keputusan Dewan Kehormatan No.3 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perkara Pengaduan

IV.  Surat Keputusan Dewan Kehormatan No.4 Tahun 2007 Tentang Susunan Dan Tata Laksana Kerja Majelis Kehormatan.
V.     Surat Keputusan Dewan Kehormatan No.5 Tahun 2007 Tentang Biaya Perkara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Kode Etik Advokat

Pada dasarnya Keputusan Dewan Kehormatan membuat keputusan mengenai ketentuan-ketentuan dalam rangka menjalankan tugas dari Dewan Kehormatan :
1.     Sebagai peraturan pelaksana dari UU Advokat yang menyangkut Kode Etik Advokat dan Dewan Kehormatan beserta tugas-tugas dan kewenangannya dan Kode Etik Advokat Indonesia.
2.     Mensinkronisasikan   UU Advokat dengan Kode Etik Advokat Indonesia apabila ada  ketentuan yang perlu disinkronkan dari masing-masing UU dan Kode Etik tersebut.
3.     Membuat ketentuan-ketentuan terhadap hal-hal yang belum diatur oleh UU dan Kode Etik Advokat tersebut.
4.     Dll yang dianggap perlu.

XI.  Bab X  : Tentang Kode Etik dan Dewan Kehormatan :
Pasal 21 mengatur bahwa Kode Etik ini adalah peraturan tentang Kode Etik dan Ketentuan-Ketentuan tentang Dewan Kehormatan bagi mereka yang menjalankan profesi Advokat, sebagai satu-satunya peraturan Kode Etik yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia.

XII.  Bab XI : Tentang Aturan Peralihan :
 Pasal 22 KEAI mengatur berlakunya Kode Etik Advokat Indonesia sebagai hukum positif bagi Advokat.

XIII.  Penutup.
          Pasal 23 KEAI mengatur : berlakunya Kode Etik Advokat Indonesia terhitung sejak 6 April 2003.






Etika Frofesi Advokat
Oleh : Leonard.P.Simorangkir, SH
Ketua Dewan Kehormatan Pusat Peradi
Wakil Ketua Umum DPP Ikadin
HP. 0816907048


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Jakarta, Juli 2005.
                                                                                                   Revisi Juli  2010
Pada Pendidikan Advokat
Kerjasama
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)




















































3 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0816-733-801 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nomor hp beliau sudah di ganti 082353406469

      Hapus
  2. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus